by M Rizal Fadillah
Ngakak ketawa baca ungkapan Ruhut Sitompul yang minta Kopassus menjaga Jokowi. Tensi memanas katanya. Ketawa karena pertama siapa sih Ruhut itu kok bisa-bisanya minta ke Kopassus. Kedua soal menjaga Presiden yang pertama adalah tugas Paspamres. Kopassus dan satuan TNI lainnya wajib menjaga dan setia kepada Negara.
Ruhut begitu berharap pada Kopassus mungkin sebagai respons ucapan Danjen Kopassus Brigjen TNI Iwan Setiawan yang menyatakan Kopassus tegak lurus dengan Pemerintah. Di samping pernyataan itu patut dikoreksi, juga disangka Ruhut pak Danjen sedang menyatakan tegak lurus dengan Jokowi. He he ge er Ruhut.
Rakyat mulai membaca ada kepanikan atau stress berat di Istana. Jokowi gelisah dan mulai goyah. Ungkapan kengerian Mahfud MD atas kondisi pengelolaan negara khususnya persoalan korupsi dan integrasi memperkuat bacaan rakyat bahwa Pemerintahan Jokowi memang melemah. Kegawatan situasi sudah sampai ke tingkat terjadinya penggulingan paksa atau kudeta jika terjadi di negara Amerika Latin.
Adakah Jokowi terancam jatuh ? Gejalanya ada dan semakin nyata. Retak kongsi dengan PDIP pimpinan Megawati menjadi titik rawan. Puan diganggu oleh Jokowi baik dengan strategi perpanjangan masa jabatan Presiden maupun mendorong atau mendukung kader PDIP Ganjar Pranowo. Proteksi KPK atas kasus Ganjar, pengungkitan Masiku, maupun obrak-abrik mafia minyak goreng adalah rangkaian dari perseteruan itu.
Gumpalan kekecewaan rakyat menguat yang terlihat baik dari aksi mahasiswa, buruh, umat, emak-emak maupun komentar dan olok-olok di medsos, kritik pengamat dan ahli. Tidak sedikit menyuarakan agar Jokowi segera mundur. Jokowi dan oligarki sebagai sumber masalah dalam negeri yang lebih parah daripada pandemi.
Ruhut yang teriak penjagaan Kopassus menjadi sinyal keputusasaan dan ketakutan orang-orang mainan Istana. Takut atas eskalasi konflik di lingkarannya sendiri. Penganiayaan tragis buzzer Ade Armando adalah simbol dari konflik itu juga. Pemerosotan dan hilangnya celana yang menyisakan celana dalam penutup Ade itu tidak bisa dibaca sepintas. Ada disain. Tidak mudah untuk memulihkan trauma dan stigma.
Disain konstitusional yang mungkin terjadi dengan meruntuhkan Jokowi adalah bukan untuk menaikan Ma’ruf Amin. Keduanya harus mundur. Konstitusi mengatur adanya trium virat yaitu Menlu, Mendagri, dan Menhan. Konstelasi kini Menhan adalah pemilik posisi terkuat. Sidang MPR akan menentukan Pasangan Presiden dan Wakil Presiden untuk memimpin negara hingga akhir periode. Dalam proses ini bargaining politik terjadi.
Melemahnya Jokowi menjadi modal bagi konfigurasi politik yang akan terjadi. Lalu kemana cantolan Pak Presiden ? Partai politik mulai tak terkendali dan bercerai berai demi kompetisi 2024. Oligarki terutama korporasi mengatur diri dan sedang serius mencari boneka baru untuk mampu menjaga eksistensi korporatokrasi. TNI dan Polri sedang mengevaluasi untuk berbenah diri. Terlalu tajam sorotan rakyat atas posisinya yang terlalu jauh ikut dalam permainan politik.
Jokowi akan ditinggal seorang diri. Luhut sang Perdana Menteri, begitu sebutan Elon Musk sedang sibuk lompat sana lompat sini mempertuhankan investasi. Para menteri terus dimarah-marahi. Wajah Jokowi lelah bagai orang yang baru semedi. Oh iya mungkinkah cantolan kekuatan pada klenik-klenik ? Merujuk pada kasus Mandalika dan kendi IKN hal itu mungkin saja.
Kasihan juga Pak Jokowi ini, butuh simpati dan empati. Sayang sudah mulai banyak yang lari-lari. Akhirnya Ruhut Sitompul teriak-teriak ketakutan : Kopassus tolong jaga Jokowi.
Suara sayup sayup terdengar juga : Emang gue pikirin, Hut.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 29 April 2021