OLEH DR Memet Hakim
Pengamat Sosial
Wanhat APIB & APP TNI
Pajak/Retribusi Regresif adalah “system Reward & Punishment” bagi Badan Usaha tetapi dapat pula dikenakan untuk orang per orang yang menelantarkan lahannya. System ini akan menambab peredaran uang di daerah dan menyerap tenaga kerja, serta mengurangi angka kemiskinan.
Pajak Regresif cocok dikenakan pada lahan kosong agar dapat dimanfaatkan, sehingga menjadi produktif. Pajak ini mendorong penggunaan sumberdaya alam berupa tanah dan air dengan sebaik baiknya.
Dengan pajak/Retribusi ini, pemerintah memaksa pemilik lahan kosong dan Badan Usaha supaya menjadi lebih kaya secara finansial, dan selanjutnya akan mendorong perekonomian Desa akan menguat dan bergairah.
Lahan kosong atau lahan tidur ini harus dikenakan pajak tinggi, karena merugikan perekonomian rakyat dan negara. Pemilik lahan tidur pasti bukan kelompok orang miskin. Lahan tidur seperti ini banyak dimiliki oleh pengembang dan HGU terlantar.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) 2019, mencatat bahwa ada 20,5 juta hektare lahan tidur dari total 83,6 juta he lahan pertanian di Indonesia (24%). Belum termasuk lahan hutan gundul akibat deforestasi sebanyak 8.8 juta ha (Ap, 2020), tapi 7.8 juta hanya telah ditanami kelawar sawit, sehingga tinggal 1 juta ha lagi.
Pajak Bumi dan Bangunan 2023 yang masuk ke pusat sebesar 10 % sebanyak 43 trilyun, total PBB sebenarnya ada 430 trilyun. Jika pajak progresif ini dilakukan jumlah PBB bisa meloncat menjadi diatas 1.000 trilyun dan 90 % (900 trilyun) beredar di daerah. Selain itu jika lahan produktif seluruhnya, maka nilai yang yang beredar di daerah akan bertambah sebesar 21.5 x 30 jt/ha = 645 trilyun.
Dampak pajak regresif ini selain menggerakan perekonomian di daerah dan menyerap tenaga kerja sebanyak minimal 21.5 juta tenaga kerja, juga mengurangi angka kemiskinan. Selain itu pajak ini akan menahan arus urbanisasi.
Jadi pajak regresif ini mendorong pemilik lahan untuk menjadikan lahan tersebut tetap produktif dan menghasilkan uang. Dengan kata lain pemerintah memaksa pemilik lahan untuk menjadi lebih kaya, tetapi dananya tetap berada di daerah.
Nah terkait fakta lapangan yang ternyata banyak merugikan rakyat dan negara, maka *Pajak Regresif ini merupakan jawaban atau solusi.*
Real Estate merupakan salah satu bidang yang sangat berperan di dalam memiskinkan rakyat dan mengurangi “Produksi Pangan Nasional”, sangatlah wajar jika dikenakan penalty terbesar jika lahannya dibiarkan kosong, akan tetapi harus pula diberikan reward jika lahannya tetap produktif. Selanjutnya, pengembangan real estate harus diarahkan ke daerah yang tidak subur.
Untuk mendukung aplikasi pajak/Retribusi regresif itu berjalan dengan baik yakni perbaiki iklim usahanya antara lain :Kredit perbankan dipermudah, Pupuk subsidi disiapkan, Memberdayakan kembali Koperasi untuk dimanfaatkan kembali untuk menyerap produksi dari lahan tidur.
Bandung, 21 November 2024